MAKALAH KEWARGANEGARAAN
PENYAKIT KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA

Nama : Ali Rachmad
Kelas : B
NPM : 12132278
Fakultas : Ekonomi Manajemen
UNIVERSITAS
WIJAYA PUTRA SURABAYA
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa karena atas rahmat
serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah
pendidikan kewarganegaraan ini berjudul “KASUS KORUPSI DAN UPAYA
PEMBERANTASANNYA DI INDONESIA”. Makalah ini suatu persyaratan dalam
memperoleh nilai dari mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu penuls mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
penulisan makalah di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan penulis khususnya.
Gresik, Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………. 3
2.1 Pengertian Korupsi……………………………………………………….. 3
2.2 Akibat-Akibat Korupsi………………………………………………….. 4
2.3 Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi ……………….. 5
2.4 Perbandingan Pemberantasan korupsi di indonesia
dengan negara lain di dunia ……………………………………………………….. 6
BAB III PENUTUP………………………………………………………………….. 7
3.1 Simpulan……………………………………………………………………… 7
3.2 Saran ………………………………………………………………………….. 7
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi merupakan istilah yang sangat akrab di telinga kita. Istilah yang
hanya terdiri dari satu kata itu seperti seorang selebritis, yang setiap hari
dalam media massa selalu menjadi headline, baik dalam media koran, majalah,
maupun media elektronik. Ibarat penyakit, masalah korupsi sudah menjadi kronis
yang dalam kehidupan seharihari mudah dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan
dari tingkat pusat sampai tingkat yang paling rendah.
Sebagai gambaran, seseorang yang akan mengikuti suatu rapat yang diselenggarakan
oleh RT, RW, desa maupun organisasi tertentu akan menganggap suatu hal yang
biasa apabila terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan tersebut sampai setengah
jam atau satu jam. Seorang petugas pelayananan umum yang sudah biasa menerima
“tali kasih” karena membantu seseorang untuk mengurusi surat-surat tertentu. Seseorang
yang karena tidak mau antri, memberikan sesuatu kepada petugas atau karena
sudah kenal dengan petugas, akhirnya berhasil menerobos barisan orang lain yang
telah antri berjam-jam dan mendapatkan
pelayanan lebih dulu. Kejadian kejadian tersebut di atas sudah menjadi tradisi dan sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, bagaimana menurutmu, Apakah hal itu termasuk korupsi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut akan dibahas pengertian korupsi dan unsurunsur yang dapat dikategorikan korupsi.
pelayanan lebih dulu. Kejadian kejadian tersebut di atas sudah menjadi tradisi dan sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, bagaimana menurutmu, Apakah hal itu termasuk korupsi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut akan dibahas pengertian korupsi dan unsurunsur yang dapat dikategorikan korupsi.
Korupsi merupakan masalah dunia, jadi tidak hanya masalah bangsa Indonesia.
Sejarah telah mencatat bahwa masalah korupsi sudah ada sejak jaman dahulu dan
berkembang hingga sekarang. Pengertian korupsi pun mengalami perkembangan. Apabila
dilihat dari asal-usul istilahnya, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang
berarti kerusakan, pembusukan, kemerosotan, dan penyuapan. Ada beberapa istilah
yang mempunyai arti yang sama dengan korupsi, yaitu corrupt (Kitab Negarakrtagama)
artinya rusak, gin moung (Muangthai) artinya makan bangsa, tanwu (China)
berarti keserakahan bernoda, oshoku (Jepang) yang berarti kerja kotor.
Berdasarkan makna harfiah, korupsi adalah keburukan, keburukan, kejahatan,
ketidakjujuran, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina
atau memfitnah, penyuapan. Dalam bahasa Indonesia korupsi adalah perbuatan buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai
berikut.
a. Untuk mengetahui Pengertian
Korupsi
b. Untuk mengetahui Fakta korupsi
yang terjadi di masyarakat
c. Untuk mengetahui
tindakan-tindakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi
d. Untuk mengetahui solusi
Pemberantasan korupsi.
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai solusi
pemecahan masalah dalam pemberantasan korupsi yang semakin mengakar di
indoesia ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu jenis dari berbagai jenis tindak
pidana. Korupsi memang sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada
kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Dibawah ini
merupaka beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian dari korupsi.
disimpulkan bahwa korupsi merupakan tindakan pidana yang memiliki unsur
unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan Melawan Hukum,
b. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana,
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi,
d. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Menurut Prof. Muljatno (dalam K Wantjik Saleh, 1983 : hal. 16), Tindak
Pidana merupakan Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam
dengan pidana barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Menurut wujudnya
atau sifatnya perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan
hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti
bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan
masyarakat yang dianggap baik dan adil. Ada beberapa unsur korupsi, yaitu:
1. Adanya
pelaku Korupsi terjadi karena
adanya pelaku atau pelaku-pelaku yang
memenuhi unsur-unsur tindakan korupsi.
memenuhi unsur-unsur tindakan korupsi.
2. Adanya tindakan
yang melanggar norma-norma Tindakan yang melanggar norma-norma itu dapat berupa norma agama, etika,
maupun hukum.
3. adanya
tindakan yang merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung Tindakan yang merugikan
negara atau masyarakat dapat berupa penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan
atau wewenang maupun penggunaan kesempatan yang ada, sehingga merugikan
keuangan negara, fasilitas maupun pengaruh dari negara.
4. adanya
tujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan Hal ini berarti mengabaikan rasa kasih
sayang dan tolong-menolong dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau
golongan. Keuntungan pribadi atau golongan dapat berupa uang, harta kekayaan,
fasilitas-fasilitas negara atau masyarakat dan dapat pula mendapatkan pengaruh.
2.2 Akibat-Akibat Korupsi
David H. Bayley menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi tanpa memperhatikan
apakah akibat-akibat itu baik atau buruk bisa dikategorikan menjadi dua.
Pertama, akibat-akibat langsung tanpa perantara. Ini adalah akibat-akibat yang
merupakan bagian dari perbuatan itu sendiri. Kedua, akibat-akibat tak langsung
melalui mereka yang merasakan bahwa perbuatan tertentu, dalam hal ini perbuatan
korupsi telah dilakukan.
Mc Mullan (dalam Saleh, K. Wantjik: 1983) menyatakan bahwa akibat korupsi
adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,
memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha
terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal
keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya
seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil
alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan
pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak
efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya
sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan
tindakan-tindakan represif.
5. Secara umum akibat korupsi
adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat
tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
6. Pemborosan sumber-sumber, modal
yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan
yang lenyap.
7. ketidakstabilan, revolusi sosial,
pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
8. pengurangan kemampuan
aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan
administrasi.
2.3 Upaya pemerintah dalam
memberantas korupsi
Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia Korupsi sudah mewabah di Indonesia,
bahkan bangsa Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai kebiasaan
korupsi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Kondisi
semacam itu membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi banyak
hambatan. Meskipun demikian, pemerintah sudah mengaturnya dalam UU sejak tahun
1957 hingga sekarang secara terusmenerus, yaitu :
1. Pada tahun 1957 dikeluarkan Peraturan
Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 tentang “Pemberantasan Korupsi”. Dalam peraturan
ini disebutkan korupsi diartikan perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan
dan perekonomian. Kemudian dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer No.
PRT/PM/001/1957, yang memberikan dasar hukum kepada Penguasa Militer untuk
menyita dan merampas barang-barang dari seseorang yang diperoleh secara
mendadak dan merugikan.
2. Pada tahun 1967 korupsi sudah tidak
dapat dikendalikan dan berkembang dengan cepat, oleh sebab itu Presiden
mengeluarkan Keputusan No.228 Tabun 1967 tentang Pembentukan Team Pemberantasan
Korupsi (TPK) yang bertugas membantu pemerintah dalam memberantas korupsi
secepat-cepatnya dan setertib-tertibnya. Di samping itu Presiden juga
mengeluarkan Keppres No.12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi 4, yang
terdiri dari Wilopo SH, I.J. Kasimo, Prof. Ir. Johanes dan Anwar Tjokroaminoto.
Adapun tugasnya adalah mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan
yang telah dicapai dalam memberantas korupsi dan memberikan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan yang masih diperlukan dalam pemberantasan
korupsi.
3. Pemerintah pada tahun 1971 berhasil
membuat Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Namun
dengan lahirnya UU tersebut tidak serta merta membuat pemberantasan korupsi
berjalan baik. Namun sebaliknya upaya-upaya pemberantasan korupsi terkesan
tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilihat dengan tidak
adanya koruptor yang diajukan ke sidang pengadilan karena kesulitan masalah
pembuktian. Sehingga pada masa inilah (orde bare) korupsi berkembang dengan subur,
dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan.
4. Setelah digulirkannya Reformasi, dan
bergantinya kekuasaan Orde Baru mulailah bermunculan perangkat hukum yang
mengatur masalah korupsi, yaitu:
5. Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
6. UU No.28 Tahun 1999 sebagai
pelaksanaan dari Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas KKN
7. UU No. 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi
4. UU No.20 Tahun 2001 tentang
Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada
masa Reformasi inilah pemberantasan korupsi mulai digiatkan kembali dengan
intensif, dan sudah banyak kasus korupsi yang diajukan ke pengadilan, walaupun
masih belum memuaskan sebagaian besar masyarakat.
2.4 Perbandingan Pemberantasan korupsi
di indonesia dengan negara lain di dunia
Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi,
sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan
perundang-undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun
eksternal, bahkan keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek korupsi
bukannya berkurang malah meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan Indonesia
kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan
2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusaha dan pebisnis oleh
lembaga konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Hasil survei
lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia
merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Predikat negara
terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10
dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Pada tahun
2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia.
Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang
dilakukan PERC, yaitu India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand, Malaysia dan China
berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya,
negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang
(3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Rentang skor dari nol sampai 10, di
mana skor nol adalah mewakili posisi terbaik, sedangkan skor 10 merupakan
posisi skor terburuk. Indonesia berada pada peringkat teratas dalam IPK (Indeks
Persepsi Korupsi) dikawasan asia. Nilai yang amat sangat sempurna dan baik yang
bisa diraih oleh indonesia seandainya gambar diatas bukan merupakan kurva yang
menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi. Kenyataan pahit yang harus kita terima
sebagai rakyat indonesia. Apakah kita harus menerima IPK ini, dan apakah kita
harus menerima kelakuan para pemimpin kita yang seharusnya mempunyai kepercayaan
untuk membengun bangsa dan negeri ini menjadi lebih baik dan bukan menjadi
terpuruk dan hancur ?.
Jika ditingkat asia prestasi kita dalam korupsi bisa dibilang buruk, Begitu
pula dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2006 adalah 2,4 dan
menempati urutan ke-130 dari 163 negara. Sebelumnya, pada tahun 2005 IPK
Indonesia adalah 2,2, tahun 2004 (2,0) serta tahun 2003 (1,9). Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lambat dan
belum mampu membuat jera para koruptor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan atas pembahasan diatas dan dari rumusan masalah maka dapat
disimpulkan bahwa korupsi merupakan Tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan kekuasaannya guna mengeduk keuntungan pribadi atau kelompok dan
sangat merugikan kepentingan umum dan sangat bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
3.2 Saran
Melihat dari fakta yang ada, bahwa peran pemerintah dalam menjalankan upaya untuk pemberantasan korupsi masih belum maksimal meskipun adanya lembaga-lembaga yang sifatnya independen tetapi masih bisa untuk dilakukan lobi kasus, maka penulis kira masih sangat jauh dari berhasil dalam pemberantasan korupsi ini. Adapun saran yang dapat disampaikan didalam makalah ini adalah hendaknya pemerintah lebih meningkatkan kontrol terhadap lembaga-lembaga yang ada dan lebih menekankan sifat yang independen, kemudian ikut sertakan masyarakat untuk mengntrol jalannya pemerintahan, bisa diwakilkan dengan pembuatan kelompok atau organisasi yang sifatnya independen yang anggotanya berasal dari masyarakat, para aktifis dan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1986. Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan
Datan Kontemporer. Jakarta: LP3ES.
Hehamahua, Abdullah dalam. 2004. “Membangun Sinergi Pendidikan dan Agama
dalam Gerakan Anti Korupsi”, dalam buku dalam buku Membangun Gerakan
Antikorupsi Dalam Perspektif Pendidikan, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership: Governance
Reform in Indonesia, Koalisi Antarumat Beragama untuk Antikorupsi. Harian
REPUBLIKA, 21 Nopember 2003. Islam dan Jalan Pemberantasan
korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar